3 Detik

Tiga detik itu bukanlah waktu yang besar, tetapi itu
adalah waktu yang berharga bagiku.


Sosok tinggi, cantik nan pintar itu berjalan melewati koridor untuk menggunakan waktu yang sangat dinantikannya. Waktu dimana hanya terdapat hembusan angin dan daun hijau kuning yang berguguran. Ia berusaha memanfaatkan waktu tersebut untuk berpikir dan menikmati bekal makan siangnya. Dialah Keira. Murid teladan sekaligus misterius yang dikenal dengan kejutekannya tanpa seorang pun tahu akan kehangatannya.

“Bruug!!!” Tiba-tiba saja terdengar suara benda jatuh yang hampir mengenai kepala Keira. Kemudian seseorang datang dan meminta maaf atas apa yang hampir saja menimpanya.

“Maaf-maaf tadi lemparanku tak sengaja hampir mengenaimu.” Ucap seorang perempuan yang sebelumnya sedang bermain bola volly.

“Hmm,” begitulah jawaban Keira seperti biasa.

“Oiya aku Hulya. Kurasa kita satu kelas tapi sepertinya kamu tak mengenaliku.” Kata gadis itu memperkenalkan dirinya.

“Oh ya?” Keira beranjak segera meninggalkan tempat itu dan mencari tempat baru agar tidak ada yang mengganggunya lagi.

                Keesokan harinya, seperti biasa Keira berangkat sekolah dan menaruh tasnnya dibangku kosong yang biasa ia duduki. Bangku itu benar-benar tidak memiliki pasangan untuk saling berbagi bahkan bercerita.

Tetapi seseorang tiba-tiba datang sambil menyeret kursi dan meja agar ia dapat duduk menjajari dirinya. Lantas Keira yang sedang asyik membaca novel tersentak kaget. Pertama kali dalam hidupnya ia menemui seseorang yang nekat untuk mendekati dirinya. Ternyata dia adalah Hulya, gadis yang kemarin meminta maaf pada dirinya hanya untuk sebuah masalah kecil.

“Aku boleh duduk disini kan?” Tanya Hulya sambil menyengir.
  
              Belum sempat Keira menjawab, Hulya sudah menaruh tas dikursi dan duduk sambil membereskan perlengkapannya. Keira menatap bingung wajah gadis disampingnya. Mengapa ia berani menaruh kursi disamping dirinya yang tak memiliki bakat apapun kecuali ilmu yang ia miliki? Mengapa ia mau?? Kenapa tidak ditempat lain?? Mengapa ia berani melakukannya?? Mengapa ?!!

Semua orang yang berada didalam kelas  menatap heran pada mereka berdua. Sejak kapan Hulya seseorang yang sangat dikenal disekolah itu mengenal Keira yang pendiam dan kutu buku? Dan sejak kapan juga Keira memiliki teman??
  
Hal itu terjadi saat orang-orang dikelas memperhatikan mereka berdua, sehingga yang terjadi adalah kecemasan yang luar biasa pada diri Keira. Ia tidak mungkin menyuruh Hulya untuk pindah dari tempat itu. Dalam tiga detik ia menarik napas dan menghembuskannya, berusaha mengkontrol diri dan jiwa agar ia berada dalam keadaan emosi yang stabil. Mungkin inilah jalan yang harus diambilnya.

Bel berbunyi menandakan pelajaran pertama akan segera dimulai. Keira menyiapkan buku bahasa Indonesia begitu juga yang dilakukan Hulya. Hulya mengikuti setiap gerakan Keira mulai dari menyiapkan buku, mendengarkan guru yang sedang menjelaskan bahkan ketika ia sedang minum karena dahaga yang telah kering.

Keira yang merasa diperhatikan plus ditirukan oleh Hulya langsung berhenti mencatat pelajaran yang telah diterangkan. Dengan cepat ia segera beralih memplototi Hulya dan berhasil membuat seseorang disebelahnya tekejut. Hulya langsung pura-pura mendengarkan guru padahal Keira tahu bahwa Pak Edy, guru Bahasa Indonesianya itu, menyuruh untuk mencatat pelajaran yang sudah diterangkan.

Ketika Keira telah fokus pada catatannya, Hulya kembali memperhatikan Keira. Ia penasaran dengan sosok disebelahnya yang sangat dingin, misterius, dan mengapa ia sangat pintar. Ia memandang pemilik mata hitam disebelahnya. Bercahaya tetapi kelam, indah seperti mutiara hitam dilautan. Tiba-tiba ia menyadari bahwa terdapat kelembutan jiwa yang dapat membawa kehangatan bagi siapa saja yang ingin menengenalnya. Jiwa yang lembut yang diinginkan setiap orang.

“Kriiingg!!” Bel pelajaran pertama usai begitupun pelajaran kedua. Waktunya istirahat. Hari ini seperti biasa Keira berada di dalam kelas, sendiri, menunggu waktu terus berjalan. Tetapi ia menyadari sesuatu. Didalam ruangan kelas ini, masih tedapat satu siswa. Siswa yang berusaha mendekatinya dan kini ia telah duduk bersampingan.

“Hi Keira! Gak ke kantin?” tanya Hulya.

“Gak.”  Jawab Keira ketus karena ia merasa risih dengan kehadiran gadis itu. Ia langsung menyambar novel yang sedang ia tuntaskan.

Hulya yang merasa dicueki langsung bertanya tanpa berpikir panjang.

“Hey apakah kamu selalu begitu? Maksudku sikapmu kepada semua orang? Apakah kamu gak peduli dengan orang-orang yang mencoba peduli padamu?”

Dengan spontan Keira menengok ke arah Hulya. Ia tidak pernah berpikir bahwa Hulya akan menanyakan hal semacam itu pada dirinya. Dan ia juga tak pernah berpikir bahwa ada seseorang yang mencoba peduli dengannya. Ia tahu bahwa ia adalah murid teladan tetapi ia sama sekali tidak memiliki teman karena ia sendiri yang mencoba untuk menghindarinya.

“Diam kau tak tahu apapun. Kau hanya melihat bagian dalam diriku yang terlihat. Kau tak melihat sesuatu yang tak dapat dilihat orang lain. Kau sama seperti yang lainnya!!” Jawab Keira dengan agak membentak.

Hulya terkejut mendengar jawaban Keira, tetapi ia berhasil menjawab penjelasan Keira.

“Aku tahu! Aku melihat sesuatu dalam dirimu. Sesuatu yang begitu lembut. Sesuatu yang begitu hangat. Tetapi kamu sendiri yang tak membiarkan orang-orang melihatnya. Makannya kamu berpikir bahwa seolah-olah tak ada yang melihat bagian dirimu yang tak terlihat orang lain!”

 Keira tidak percaya dengan jawaban Hulya. Bagaimana bisa ia melihat sesuatu itu bahkan ia sendiri tidak menyadarinya. Sejujurnya ia hanya bermain dengan kata-kata tak lebih dari apapun.

“Jadi... bisakah kita berteman Keira?” tanya Hulya memastikan sambil mengulurkan tangan.

Keira hanya terdiam sambil memikirkan sesuatu.

1 detik

2 detik

3 detik

Belum ada jawaban..

“Okay diam tanda setuju dan sekarang kita adalah teman. Aku Hulya dan kamu Keira.” Hulya menyimpulkan.

“Tunggu aku belum memutuskan! Ada satu pertanyaan untukmu agar aku dapat mempercayaimu.”

“Baiklah, apa itu?”       

“Bisakah dirimu menjelaskan dimana dan kemana angin akan membawaku menuju ujung hujan yang turun bersama ribuan bintang yang akan menyakitiku? Aku hanya perlu jawaban tersebut.”  

                Hulya terdiam mendengar pertanyaan itu. Sungguh ia bingung apa yang harus ia jawab. Ia tidak menangkap maksud dari kaliamat pertanyaan tersebut. Ia membutuhkan seseorang untuk membantunya. Tapi ia yakin itu adalah tindakan ceroboh dan pastinya ia akan menyesali perbuatannya.

“Eehmm gimana? Apa jawabanmu?” tanya Keira setelah beberapa saat tak ada jawaban.

“Umm umm jadii... jadiii... Angin yang turun disaat hujan, bersamaan dengan bintang akan membawamu pada sebuah malam yang indah. Malam yang mungkin tak akan pernah terjadi didunia ini. Yang bisa saja itu adalah sebuah khayalan. Jadi dimana dan kemana angin itu akan membawamu adalah ke suatu tempat dimana hanya kamu dan imajinasimu yang tinggal. Karena kita tahu sendiri ketika hujan datang dimalam hari, bintang tidak akan pernah muncul dan itu yang menyebabkan bintang menyakitimu. Kamu merindukkan bintang itu.”

                Begitulah jawaban Hulya. Ia sangat mantap dan yakin dengan jawabannya. Dengan jawaban itu persahabatan mereka dimulai. Perlahan Keira memiliki banyak teman. Ia mulai berinteraksi dengan yang lainnya. Mereka sangat senang ternyata Keira yang terlihat sangat cuek itu, memiliki senyum yang manis. Keira menyadari ada seseorang yang peduli dengannya. Dia adalah Hulya, sahabat sejatinya.


Karya: Fajrin Nur Azizah

Komentar