The Pinky Girls
Hai, teman-teman. Kali ini aku mau mengerjakan tugas bahasa Indonesia dari Ustadz Edy Yulianto. Tugasnya adalah me-re-write cerpen yang sudah
aku baca. Judulnya “THE PINKY GIRLS” karya Alya Namira Nasution. Cerpenya bagus
dan mengandung nilai moral yang baik untuk diterapkan di kehidupan sehari-hari.
Aku harap dengan membaca re-write cerpen ini kalian bisa terhibur dan mengambil
hikmahnya ya.. Enjoy it guys.. :)
THE PINKY GIRLS
Di SD Negeri Cempaka, ada sebuah geng dengan sekumpulan anak cewe
yang sangat menggilai warna pink. Segala akesoris maupun alat tulis yang mereka pakai haruslah bertemakan pink.
Itulah aturan dalam geng mereka. Jika ada salah satu dari mereka yang
melanggar, maka ia harus membayar denda lima ribu rupiah. Merekalah THE PINKY
GIRLS. Personilnya terdiri dari empat orang. Yaitu Mia sebagai ketua, Ajeng,
Mita, dan Dita.
Tak hanya
sekedar itu, The Pinky Girls adalah kelompok yang dienggani di sekolah. Mereka
memiliki banyak musuh. Tentu saja begitu, karena mereka tidak pernah mau
membaur dengan teman yang lain. Bahkan mereka pun memiliki batas area
tersendiri yang tidak boleh dijamah oleh anak yang lain. Yaitu di taman
sekolah, persis di bawah pohon cherry.
Pada suatu hari...
“Wah, sepertinya hari ini kita akan pulang cepat nih..” Ujar
Mita dengan wajah bungah.
“Loh, kok kamu tau sih?” Celetuk Ajeng.
“Tadi aku berpapasan dengan si culun Aming. Dia bilang kalo
Pak Bambang tidak masuk mengajar karena beliau sedang sakit perut...” Jelas
Mita.
“Beneran bukan gosip nih?” Tanya Dita memastikan. “Tadi sih
aku denger dari si Aming kaya gitu..” Jawab Mita.
“WAAAHH.. asyik dong kalau gitu. Gak ada pelajaran matematika
yang susah banget apalagi PR nya yang bertubi-tubi. YES! Nah, gimana kalau
sepulang sekolah, kita pergi ke mall yang baru itu. Kemarin aku kesana dengan
mamah, dan lihat ada sebuah toko dengan banyak pernak-pernik serba pink. Pas
banget kan buat kita kan?” usul si Mia.
“Wahh, ide bagus tuh.. aku setuju banget..” ujar Ajeng dengan penuh semangat.
“Eh tapi bagaimana kalau
si Aming bohong dan sengaja mau ngerjain kita? Udah dari dulu kan
kerjaanya selalu membuat reputasi geng kita hancur.” Kata Mia penuh kecurigaan.
Mereka pun terdiam sejenak dan
berpikir. Apa yang dikatakan Mia ada benarnya juga. Aming si perempuan berambut
keriting itu memang sering ngerjain mereka. Ada beberapa kejadian yang
benar-benar membuat geng The Pinky Girls sangat membenci Aming. Seperti, dulu
si Aming pernah mengoleskan getah di bangku favorit mereka sehingga jadi kotor
dan lengket. Aming pun menuliskan “Hati-hati! Rombongan Gulali Mau Lewat!” di
belakang baju mereka. Sampai sampai mereka dijuluki geng Gulali oleh anak
sesekolahan.
Sebenarnya, Aming bukanlah nama asli dari si gadis culun
itu. Nama aslinya adalah Aningtyas. Aming merupakan panggilan ejekan yang
disematkan The Pinky Girls karena sangat membenci si Aming. Namun, mirisnya
setiap The Pinky Girls mengerjai si Aming, mereka akan selalu di balas pula
dengan perlakuan yang lebih menyakitkan dari si Aming. Aming memanglah gadis
cerdik.
“Sebaiknya kita selidiki dulu, apakah si Aming benar benar
jujur atau hanya mau mengerjai kita saja. Pokoknya kita jangan langsung percaya
dengan apa yang dikatakan si culun Aming itu.” Jelas Mia.
Akhirnya, secara diam-diam, The Pinky
Girls mengikuti Aming yang sedang berjalan menuju kantin secara diam-diam.
Seperti biasa, kehadiran Aming selalu disambut hangat oleh anak-anak disekolah
itu. The Pinky Girls benar -benar sebal melihatnya. Bagaimana bisa mereka ngerjain anak yang disekelilingi banyak
teman. Senjata makan tuan itu namanya.
Seperti waktu dulu, ketika mereka hendak memasukan cicak ke
dalam laci amang. Ternyata, hal itu diketahui oleh Daffa. Dan diam-diam Daffa
malah memasukan cicak itu ke dalam tas Mia. Dan membuat Mia teriak-teriak selama
pelajaran. Dan masih banyak lagi kisah kegagalan mereka dalam mengerjai si
culun Amang.
***
Rencana mereka untuk pergi mall dan berbelanja aksesoris pun
buyar dan hancur seketika saat melihat Pak Bambang masuk kelas dengan keadaan
sehat wal’afiat.
“Dasar anak tengil! Lagi-lagi dia ngerjain kita! Kita harus
membuat perhitungan denganya! Harus! Rutuk si Mia gemas.
Akhirnya, sepulang sekolah, The Pinky Girls mengadakan
perundingan untuk membalas perlakuan Aming.
“Kita mengikuti dia dengan jalan kaki. Dan kita kerjain dia
saat sedang sendiri. Oke?” usul Mita. Semuanya pun setuju. Mereka pun berjalan
pelan-pelan mengikuti Aming dari belakang.
Apa yang terjadi saat mereka membuntuti si Amang, justrulah
hal yang sangat mengejutkan dan membuat tubuh mereka merinding disko.
Ternyata, setelah keluar gerbang sekolah, Aming tidak
langsung mengambil jalan ke rumahnya, melainkan berjalan ke pasar dan menemui
beberapa anak berpenampilan dekil. Dia membagikan makanan kecil yang tadi
dibelinya di kantin sekolah. Lalu, Aming mendatangi rumah Oma Lussy, nenek yang
tinggal sendirian di rumahnya yang besar di pojok jalan. Lalu, Aming mendorong
Oma Lussy dengan kursi roda ke beranda rumah dan membersihkan rumah besar itu.
Aming juga membacakan beberapa surat untuk Oma Lussy. Setelah beres, ia pun
lanjut berjalan ke mall dan memasuki
toko pernak-pernik yang semula hendak di didatangi oleh The Pinky Girls.
Ia pun, membeli beberapa pernak-pernik berwarna pink.
Setelah itu, Aming keluar mall dan berjalan menuju sebuah rumah
mungil tak jauh dari rumah Aming. Dilihatnya gadis kecil dan lucu berlari
menghampiri Aming dengan wajah sumringah. Lalu, Aming memberikan pernak-pernik
pink tersebut yang rupanya merupakan kado ulang tahun kepada anak tersebut.
Anak itu pun langsung meemeluk tubuh Aming denga hangat. “Terimakasih kakak sayang...”
“Mudah-mudhan warna pink ini tidak melambangkan sifat manja,
tetapi sifat yang lembut dan rendah hati buatmu. Kamu harus berteman dengan
siapa saja dan jangan pernah menganggap dirimu lebih baik dari orang lain ya..”
Nasihat Aming sambil memeluk anak perempuan itu.
Keempat sekawan itu pun berpandangan dengan berlinang air
mata yang membasahi wajah mereka. Ternyata Aming itu benar-benar anak yang
sangat luar biasa. Rencana mereka untuk membalas kejahilan Aming langsung
menguap begitu saja.
Sejak saat itu, keempat sekawan itu melepaskan aksesoris dan
segala embel-embel berbau pink. Kini mereka mulai berbaur dengan semua teman
dan bersedia memberikan kesempatan kepada siapapun yang ingin duduk di kursi favorit
mereka di bawah pohon cherry.
Bagi mereka, Aming tidaklah memenangkan pertarungan di antara
mereka. Tetapi ia memberikan kesadaran kepada mereka dengan cara yang indah.
-THE END-
Karya : Alya Namira
Nasution
Komentar
Posting Komentar